A. LATAR BELAKANG
Banyak kesulitan yang terjadi dalam melacak sejarah manajemen. Namun diketahui bahwa ilmu manajemen telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini dibuktikan dengan di. Piramida tersebut dibangun oleh lebih dari 100.000 orang selama 20 tahun. Piramida giza tak akan berhasil dibangun jika tidak ada seseorang tanpa mempedulikan apa sebutan untuk manajer ketika itu yang merencanakan apa yang harus dilakukan, mengorganisir manusia serta bahan bakunya, memimpin dan mengarahkan para pekerja, dan menegakkan pengendalian tertentu guna menjamin bahwa segala sesuatunya dikerjakan sesuai rencana
Banyak kesulitan yang terjadi dalam melacak sejarah manajemen. Namun diketahui bahwa ilmu manajemen telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini dibuktikan dengan di. Piramida tersebut dibangun oleh lebih dari 100.000 orang selama 20 tahun. Piramida giza tak akan berhasil dibangun jika tidak ada seseorang tanpa mempedulikan apa sebutan untuk manajer ketika itu yang merencanakan apa yang harus dilakukan, mengorganisir manusia serta bahan bakunya, memimpin dan mengarahkan para pekerja, dan menegakkan pengendalian tertentu guna menjamin bahwa segala sesuatunya dikerjakan sesuai rencana
Praktik-praktik manajemen lainnya dapat
disaksikan selama tahun 1400-an di kota venesia, italia, yang ketika itu
menjadi pusat perekonomian dan perdagangan di sana. Penduduk venesia
mengembangkan bentuk awal perusahaan bisnis dan melakukan banyak
kegiatan yang lazim terjadi di organisasi modern saat ini. Sebagai
contoh, di gudang senjata venesia, kapal perang diluncurkan sepanjang
kanal dan pada tiap-tiap perhentian, bahan baku dan tali layar
ditambahkan ke kapal tersebut. Hal ini mirip dengan model lini perakitan
(assembly line) yang dikembangkan untuk merakit mobil-mobilnya. Selain
lini perakitan tersebut, orang venesia memiliki sistem penyimpanan dan
pergudangan untuk memantau isinya, manajemen sumber daya manusia untuk
mengelola angkatan kerja, dan sistem akuntansi untuk melacak pendapatan
dan biaya.
Sebelum abad ke-20, terjadi dua
peristiwa penting dalam ilmu manajemen. Peristiwa pertama terjadi pada
tahun 1776, ketika adam smith menerbitkan sebuah doktrin ekonomi klasik,
the wealth of nation. Dalam bukunya itu, ia mengemukakan keunggulan
ekonomis yang akan diperoleh organisasi dari pembagian kerja (division
of labor), yaitu perincian pekerjaan ke dalam tugas-tugas yang spesifik
dan berulang. Dengan menggunakan industri pabrik peniti sebagai contoh,
smith mengatakan bahwa dengan sepuluh orang—masing-masing melakukan
pekerjaan khusus—perusahaan peniti dapat menghasilkan kurang lebih
48.000 peniti dalam sehari. Akan tetapi, jika setiap orang bekerja
sendiri menyelesaikan tiap-tiap bagian pekerjaan, sudah sangat hebat
bila mereka mampu menghasilkan sepuluh peniti sehari. Smith menyimpulkan
bahwa pembagian kerja dapat meningkatkan produktivitas dengan
• Meningkatnya keterampilan dan kecekatan tiap-tiap pekerja,
• Menghemat waktu yang terbuang dalam pergantian tugas, dan
• Menciptakan mesin dan penemuan lain yang dapat menghemat tenaga kerja.
• Meningkatnya keterampilan dan kecekatan tiap-tiap pekerja,
• Menghemat waktu yang terbuang dalam pergantian tugas, dan
• Menciptakan mesin dan penemuan lain yang dapat menghemat tenaga kerja.
Peristiwa penting kedua yang
mempengaruhi perkembangan ilmu manajemen adalah revolusi industri di
inggris. Revolusi industri menandai dimulainya penggunaan mesin,
menggantikan tenaga manusia, yang berakibat pada pindahnya kegiatan
produksi dari rumah-rumah menuju tempat khusus yang disebut pabrik.
Perpindahan ini mengakibatkan manajer-manajer ketika itu membutuhkan
teori yang dapat membantu mereka meramalkan permintaan, memastikan
cukupnya persediaan bahan baku, memberikan tugas kepada bawahan,
mengarahkan kegiatan sehari-hari, dan lain-lain, sehingga ilmu manajamen
mulai dikembangkan oleh para ahli.
Di awal abad ke-20, seorang industriawan perancis bernama henry fayol mengajukan gagasan lima fungsi utama manajemen: merancang, mengorganisasi, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang.
Di awal abad ke-20, seorang industriawan perancis bernama henry fayol mengajukan gagasan lima fungsi utama manajemen: merancang, mengorganisasi, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang.
Sumbangan penting lainnya datang dari.
Weber menggambarkan suatu tipe ideal organisasi yang disebut sebagai
birokrasi bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian kerja,
hierarki yang didefinisikan dengan jelas, peraturan dan ketetapan yang
rinci, dan sejumlah hubungan yang impersonal. Namun, weber menyadari
bahwa bentuk “birokrasi yang ideal” itu tidak ada dalam realita. Dia
menggambarkan tipe organisasi tersebut dengan maksud menjadikannya
sebagai landasan untuk berteori tentang bagaimana pekerjaan dapat
dilakukan dalam kelompok besar. Teorinya tersebut menjadi contoh desain
struktural bagi banyak organisasi besar sekarang ini.
Perkembangan selanjutnya terjadi pada
tahun, yang merupakan kombinasi dari teori statistika dengan teori
mikroekonomi. Riset operasi, sering dikenal dengan “sains manajemen”,
mencoba pendekatan sains untuk menyelesaikan masalah dalam manajemen,
khususnya di bidang sering disebut sebagai bapak ilmu
manajemen—menerbitkan salah satu buku paling awal tentang manajemen
terapan: “konsep korporasi” (concept of the corporation). Buku ini
muncul atas ide.
B. TUJUAN
• Mengetahui Manajemen
• Memahami tentang Manajemen
• Mengetahui bagian-bagian Manajemen
• Mengetahui Manajemen
• Memahami tentang Manajemen
• Mengetahui bagian-bagian Manajemen
C. RUMUSAN MASALAH
• Makna dari manajemen.
• Mengenal bahwa perkembangan manajemen sangat berguna
• Makna dari manajemen.
• Mengenal bahwa perkembangan manajemen sangat berguna
LANDASAN TEORI
Manajemen ilmiah, atau dalam bahasa Inggris disebut scientific management,
pertama kali dipopulerkan oleh Frederick Winslow Taylor dalam bukunya
yang berjudul Principles of Scientific Management pada tahun 1911. Dalam
bukunya itu, Taylor mendeskripsikan manajemen ilmiah adalah “penggunaan
metode ilmiah untuk menentukan cara terbaik dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan.” Beberapa penulis seperti menganggap tahun terbitnya buku ini
sebagai tahun lahirya teori manajemen modern.
Ide tentang penggunaan metode ilmiah
muncul ketika Taylor merasa kurang puas dengan ketidakefesienan pekerja
di perusahaannya. Ketidakefesienan itu muncul karena mereka menggunakan
berbagai macam teknik yang berbeda untuk pekerjaan yang sama—nyaris tak
ada standar kerja di sana. Selain itu, para pekerja cenderung menganggap
gampang pekerjaannya. Taylor berpendapat bahwa hasil dari para pekerja
itu hanyalah sepertiga dari yang seharusnya. Taylor kemudian, selama 20
tahun, berusaha keras mengoreksi keadaan tersebut dengan menerapkan
metode ilmiah untuk menemukan sebuah “teknik paling baik” dalam
menyelesaikan tiap-tiap pekerjaan.
Berdasarkan pengalamannya itu, Taylor
membuat sebuah pedoman yang jelas tentang cara meningkatkan efesiensi
produksi. Pedoman tersebut adalah:
1. Kembangkanlah suatu ilmu bagi
tiap-tiap unsur pekerjaan seseorang, yang akan menggantikan metode lama
yang bersifat untung-untungan.
2. Secara ilmiah, pilihlah dan kemudian latihlah, ajarilah, atau kembangkanlah pekerja tersebut.
3. Bekerja samalah secara sungguh-sungguh dengan para pekerja untu menjamin bahwa semua pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu yang telah dikembangkan tadi.
4. Bagilah pekerjaan dan tanggung jawab secara hampir merata antara manajemen dan para pekerja. Manajemen mengambil alih semua pekerjaan yang lebih sesuai baginya daripada bagi para pekerja.
2. Secara ilmiah, pilihlah dan kemudian latihlah, ajarilah, atau kembangkanlah pekerja tersebut.
3. Bekerja samalah secara sungguh-sungguh dengan para pekerja untu menjamin bahwa semua pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu yang telah dikembangkan tadi.
4. Bagilah pekerjaan dan tanggung jawab secara hampir merata antara manajemen dan para pekerja. Manajemen mengambil alih semua pekerjaan yang lebih sesuai baginya daripada bagi para pekerja.
Pedoman ini mengubah drastis pola pikir
manajemen ketika itu. Jika sebelumnya pekerja memilih sendiri pekerjaan
mereka dan melatih diri semampu mereka, Taylor mengusulkan manajemenlah
yang harus memilihkan pekerjaan dan melatihnya. Manajemen juga
disarankan untuk mengambil alih pekerjaan yang tidak sesuai dengan
pekerja, terutama bagian perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan
pengontrolan. Hal ini berbeda dengan pemikiran sebelumnya di mana
pekerjalah yang melakukan tugas tersebut.
Manajemen ilmiah kemudian dikembangkan
lebih jauh oleh pasangan suami-istri Frank dan Lillian Gilbreth.
Keduanya tertarik dengan ide Taylor setelah mendengarkan ceramahnya pada
sebuah pertemuan profesional.
Keluarga Gilbreth berhasil menciptakan yang dapat mencatat setiap gerakan yang dilakukan oleh pekerja dan lamanya waktu yang dihabiskan untuk melakukan setiap gerakan tersebut. Gerakan yang sia-sia yang luput dari pengamatan mata telanjang dapat diidentifikasi dengan alat ini, untuk kemudian dihilangkan. Keluarga Gilbreth juga menyusun skema klasifikasi untuk memberi nama tujuh belas gerakan tangan dasar (seperti mencari, menggenggam, memegang) yang mereka sebut Therbligs (dari nama keluarga mereka, Gilbreth, yang dieja terbalik dengan huruf th tetap). Skema tersebut memungkinkan keluarga Gilbreth menganalisis cara yang lebih tepat dari unsur-unsur setiap gerakan tangan pekerja.
Keluarga Gilbreth berhasil menciptakan yang dapat mencatat setiap gerakan yang dilakukan oleh pekerja dan lamanya waktu yang dihabiskan untuk melakukan setiap gerakan tersebut. Gerakan yang sia-sia yang luput dari pengamatan mata telanjang dapat diidentifikasi dengan alat ini, untuk kemudian dihilangkan. Keluarga Gilbreth juga menyusun skema klasifikasi untuk memberi nama tujuh belas gerakan tangan dasar (seperti mencari, menggenggam, memegang) yang mereka sebut Therbligs (dari nama keluarga mereka, Gilbreth, yang dieja terbalik dengan huruf th tetap). Skema tersebut memungkinkan keluarga Gilbreth menganalisis cara yang lebih tepat dari unsur-unsur setiap gerakan tangan pekerja.
Skema itu mereka dapatkan dari
pengamatan mereka terhadap cara penyusunan batu bata. Sebelumnya, Frank
yang bekerja sebagai kontraktor bangunan menemukan bahwa seorang pekerja
melakukan 18 gerakan untuk memasang batu bata untuk eksterior dan 18
gerakan juga untuk interior. Melalui penelitian, ia menghilangkan
gerakan-gerakan yang tidak perlu sehingga gerakan yang diperlukan untuk
memasang batu bata eksterior berkurang dari 18 gerakan menjadi 5
gerakan. Sementara untuk batu bata interior, ia mengurangi secara
drastis dari 18 gerakan hingga menjadi 2 gerakan saja. Dengan
menggunakan teknik-teknik Gilbreth, tukang baku dapat lebih produktif
dan berkurang kelelahannya di penghujung hari.
Beberapa orang, bagaimanapun, menemukan
kalau definisi ini, walaupun berguna, terlalu sempit. Frase “manajemen
adalah apa yang manajer lakukan” terjadi dalam banyak tempat,
mensugestikan tingkat kesulitan mendefinisikan manajemen, sifat yang
berubah-ubah dari definisi tersebut, dan hubungan dari praktek
manajerial dengan eksistensi kader manajerial atau kelas
Pengguna bahasa Inggris biasa
menggunakan istilah “management” atau “the managment” sebagai kata
kolektif mendeskripsikan organisasi, sebagai contoh ialah korporasi.
Bidang pelajaran manajemen berkembang dari kondisi ekonomi di abad
ke-19. Pelaku Ekonomi klasik seperti Adam Smith dan John Stuart Mill
memberikan teori alokasi sumber daya, produksi dan penetapan harga. Pada
saat yang hampir bersamaan, penemu seperti Eli Whitney, James Watt, dan
Matthew Boulton mengembangkan teknik produksi seperti standarisasi,
prosedur kontrol kualitas, akuntansi biaya, penukaran bahan, dan
perencanaan kerja.
Pada pertengahan abad 19, Robert Owen,
Henry Poor, dan M. Laughlin dan lain-lain memperkenalkan elemen manusia
dengan teori pelatihan, motivasi, struktur organisasi dan kontrol
pengembangan pekerja.
Pada akhir abad 19, Pelaku ekonomi
marginal Alfred Marshall dan Leon Walras dan lainnya memperkenalkan
lapisan baru yang kompleks ke teori manajemen. Pada 1900an manajer
mencoba mengganti teori mereka secara keseleruhan berdasarkan sains.
Seperti Henry Fayol dan Alexander Church menjelaskan beberapa cabang
dalam manajemen dan hubungan satu sama lain.
William Stewart, (Carter-Scott, 1994)
seorang alumnus the Naval Academy yang merupakan veteran perang Vietnam
ikut berpendapat tentang manajemen dengan mengatakan, “Ada perbedaan
keahlian yang dituntut di dunia militer. Ketika keadaan damai, misalnya,
anda akan sukses jika anda tahu bagaimana menerapkan manajemen. Namun
ketika perang, anda hanya akan sukses jika anda mampu memimpin.
Peter Drucker menulis salah satu buku
paling awal tentang manajemen terapan: “Konsep Korporasi” (Concept of
the Corporation), diterbitkan tahun 1946. Buku ini muncul atas ide
Alfred Sloan (chairman dari General Motors) yang menugaskan penelitian
tentang organisasi.
H. Dodge, Ronald Fisher, dan Thorton C
Fry memperkenalkan teknik statistika ke dalam manajemen. Pada tahun
1940an, Patrick Blackett mengkombinasikan teori statistika dengan teori
mikroekonomi dan lahirlah ilmu riset operasi. Riset operasi, sering
dikenal dengan “Sains Manajemen”, mencoba pendekatan sains untuk
menyelesaikan masalah dalam manajemen, khususnya di bidang logistik dan
operasi.
Keahlian manajemen anda yang efektif,
tidak terlalu bisa anda terapkan dalam perang. Yang diperlukan adalah
kemampuan memimpin.” Sekarang ini Steward sudah menjadi pengacara yang
sukses di Amerika Serikat. Ketika anda belajar manajemen, anda selalu
teringat oleh Henry Fayol. Ia, di tahun 1916 memperkenalkan konsep
manajemen yang berupa merencanakan, mengorganisasikan, memerintahkan,
dan mengawasi. Ketika ada orang bertanya kepadanya, apa tugas dari
seorang dirut? POSDCORB jawabnya. Itu adalah kepanjangan dari planning,
organizing, staffing, directing, coordinating, reporting dan budgeting.
Ia mengemukakan istilah itu di tahun 1930. Akronim manajemen itu ringkas
dan mudah diingat.
PEMBAHASAN
A. Fungsi manajemen
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen
dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang
akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk
mencapai tujuan. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh
seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20.
Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang,
mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat
ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi empat, yaitu
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian.
Perencanaan adalah memikirkan apa yang
akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk
menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk
memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif
sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang
dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan.
Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen
karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
Fungsi kedua adalah pengorganisasian
atau organizing. Pengorganisasian dilakukan dengan tujuan membagi suatu
kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil.
Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan
menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang
telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara
menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus
mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang
bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan
harus diambil.
Pengarahan atau directing adalah suatu
tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk
mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha.
Jadi actuating artinya adalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja
dengan sendirinya atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang
dibutuhkan adalah kepemimpinan (leadership).
Pengevaluasian atau evaluating dalah
proses pengawasan dan pengendalian performa perusahaan untuk memastikan
bahwa jalannya perusahaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Seorang manajer dituntut untuk menemukan masalah yang ada dalam
operasional perusahaan, kemudian memecahkannya sebelum masalah itu
menjadi semakin besar.
B. Tingkatan manajer
Pada organisasi berstruktur tradisional,
manajer sering dikelompokan menjadi manajer puncak, manajer tingkat
menengah, dan manajer lini pertama (biasanya digambarkan dengan bentuk
piramida, di mana jumlah karyawan lebih besar di bagian bawah daripada
di puncak). manejemen lini pertama (first-line management), dikenal pula
dengan istilah manajemen operasional, merupakan manajemen tingkatan
paling rendah yang bertugas memimpin dan mengawasi karyawan
non-manajerial yang terlibat dalam proses produksi. Mereka sering
disebut penyelia (supervisor), manajer shift, manajer area, manajer
kantor, manajer departemen, atau bahkan mandor (foreman). Satu tingkat
di atasnya adalah middle management atau manajemen tingkat menengah.
Manajer menengah mencakup semua
manajemen yang berada di antara manajer lini pertama dan manajemen
puncak dan bertugas sebagai penghubung antara keduanya. Jabatan yang
termasuk manajer menengah di antaranya kepala bagian, pemimpin proyek,
manajer pabrik, atau manajer divisi. Di bagian puncak pimpinan
organisasi terdapat manajemen puncak yang sering disebut dengan
executive officer atau top management. Bertugas merencanakan kegiatan
dan strategi perusahaan secara umum dan mengarahkan jalannya perusahaan.
Contoh top manajemen adalah CEO (chief executive officer) dan CFO
(chief financial officer)
Meskipun demikian, tidak semua
organisasi dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan menggunakan bentuk
piramida tradisional ini. Misalnya pada organisasi yang lebih fleksibel
dan sederhana, dengan pekerjaan yang dilakukan oleh tim karyawan yang
selalu berubah, berpindah dari satu proyek ke proyek lainnya sesuai
dengan dengan permintaan pekerjaan.
C. Peran Manajer
Seorang ahli riset ilmu manajemen,
mengemukakan bahwa ada sepuluh peran yang dimainkan oleh manajer di
tempat kerjanya. Ia kemudian mengelompokan kesepuluh peran itu ke dalam
tiga kelompok, yaitu peran antarpribadi, peran informasional, dan peran
pengambilan keputusan. Peran antarpribadi adalah peran yang melibatkan
orang dan kewajiban lain, yang bersifat seremonial dan simbolis. Tiga
peran antarpribadi itu meliputi peran sebagai figur untuk anak buah,
pemimpin, dan penghubung. Peran informasional meliputi peran manajer
sebagai pemantau dan penyebar informasi, serta peran sebagai juru
bicara. Peran ketiga yaitu peran pengambil keputusan. Yang termasuk
dalam kelompok ini adalah peran sebagai seorang wirausahawan, pemecah
masalah, pembagi sumber daya, dan perunding. Mintzberg kemudian
menyimpulkan bahwa secara garis besar, aktivitas yang dilakukan oleh
manajer adalah berinteraksi dengan orang lain.
D. Keterampilan Manajer
Mengemukakan bahwa setiap manajer
membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar. Keterampilan pertama adalah
keterampilan konseptual (conceptional skill). Manajer tingkat atas (top
manager) harus memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan
gagasan demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide serta konsep tersebut
kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk
mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi
suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses
perencanaan atau planning.
Oleh karena itu, keterampilan
konsepsional juga meruipakan keterampilan untuk membuat rencana kerja.
Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi dengan
keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang
lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan (humanity skill).
Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap
bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif, bersahabat,
dan kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka
akan bersikap terbuka kepada atasan.
Keterampilan berkomunikasi diperlukan,
baik pada tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah. Keterampilan
ketiga adalah keterampilan teknis yang pada umumnya merupakan bekal
bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini
merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya
menggunakan program komputer, memperbaiki mesin, membuat kursi,
akuntansi dan lain-lain.
Selain tiga keterampilan dasar di atas,
dalam bukunya Business 8th Edition menambahkan dua keterampilan dasar
yang perlu dimiliki manajer, yaitu keterampilan manajemen waktu dan
keterampilan membuat keputusan.
Kemampuan manajemen waktu merujuk pada
kemampuan seorang manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya
secara bijaksana. Griffin mengajukan contoh kasus Lew Frankfort dari.
Pada tahun 2004, sebagai manajer, Frankfort digaji $2.000.000 per tahun.
Jika diasumsikan bahwa ia bekerja selama 50 jam per minggu dengan waktu
cuti 2 minggu, maka gaji Frankfort setiap jamnya adalah $800 per
jam—sekitar $13 per menit. Dari sana dapat kita lihat bahwa setiap menit
yang terbuang akan sangat merugikan perusahaan. Kebanyakan manajer,
tentu saja, memiliki gaji yang jauh lebih kecil dari Frankfort. Namun
demikian, waktu yang mereka miliki tetap merupakan aset berharga, dan
menyianyiakannya berarti membuang-buang uang dan mengurangi
produktivitas perusahaan.
Keterapilan kedua, yaitu keterampilan
membuat keputusan, adalah kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan
menentukan cara terbaik dalam memecahkannya. Kemampuan membuat keputusan
adalah yang paling utama bagi seorang manajer, terutama bagi kelompok
manajer atas (top manager). Griffin mengajukan tiga langkah dalam
pembuatan keputusan. Pertama, seorang manajer harus mendefinisikan
masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat diambil untuk
menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi setiap alternatif
yang ada dan memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik. Dan
terakhir, manajer harus mengimplementasikan alternatif yang telah ia
pilih serta mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada di jalur
yang benar.
E. Sarana Manajemen
Untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan diperlukan alat-alat sarana (tools). Tools merupakan syarat
suatu usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Tools tersebut dikenal
dengan 6M, yaitu men, money, materials, machines, method, dan markets.
Man merujuk pada sumber daya manusia
yang dimiliki oleh organisasi. Dalam manajemen, adalah yang paling
menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan
proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja,
sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu,
manajemen timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk
mencapai tujuan
Money atau Uang merupakan salah satu
unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat
pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah
uang yang beredar dalam. Oleh karena itu uang merupakan alat (tools)
yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus
diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa
uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat
yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai
dari suatu organisasi.
Material terdiri dari bahan setengah
jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam dunia usaha untuk mencapai
hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga
harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana.
Sebab materi dan manusia tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi tidak
akan tercapai hasil yang dikehendaki.
Machine atau digunakan untuk memberi kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja.
Metode adalah suatu tata cara kerja yang
memperlancar jalannya pekerjaan manajer. Sebuah metode daat dinyatakan
sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan
berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas
yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu
diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya
tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan
memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap
manusianya sendiri.
Market atau pasar adalah tempat di mana
organisasi menyebarluaskan (memasarkan) produknya. Memasarkan produk
sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang yang diproduksi
tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya, proses
kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan dalam arti
menyebarkan merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar
dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera
konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen.
F. Prinsip Manajemen
Prinsip dapat didefinisikan sebagai
suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum yang merupakan sebuah
pedoman untuk berpikir atau bertindak. Dalam hubungannya dengan
manajemen, prinsip-prinsip bersifat fleksibel dalam arti bahwa perlu di
pertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-sitauasi
yang berubah. Prinsip manajemen ini disusun oleh Henry Fayol, seorang
industrialis Perancis.
Prinsip-prinsip umum manajemen (general principle of management) teridiri dari:
Prinsip-prinsip umum manajemen (general principle of management) teridiri dari:
1. Pembagian kerja (Division of work)
Pembagian kerja harus disesuaikan dengan
kemampuan dan keahlian sehingga pelaksanaan kerja berjalan efektif.
Oleh karena itu, dalam penempatan harus menggunakan prinsip the right
man in the right place. Pembagian kerja harus subyektif yang didasarkan
atas dasar like and dislike.
Dengan adanya prinsip the right man in
the right place akan memberikan jaminan terhadap kestabilan, kelancaran
dan efesiensi. Pembagian kerja yang baik merupakan kunci bagi
penyelengaraan kerja. kecerobohan dalam pembagian kerja akan berpengaruh
kurang baik dan mungkin menimbulkan kegagalan dalam penyelenggaraan
pekerjaan, oleh karena itu, seorang manajer yang berpengalaman akan
menempatkan pembagian kerja sebagai prinsip utama yang akan menjadi
titik tolak bagi prinsip-prinsip lainnya.
2. Wewenang dan tanggung jawab (Authority and responsibility)
Setiap dilengkapi dengan wewenang untuk
melakukan pekerjaan dan setiap wewenang melekat atau diikuti
pertanggungjawaban. Wewenang dan tanggung jawab harus seimbang. Setiap
pekerjaan harus dapat memberikan pertanggungjawaban yang sesuai dengan
wewenang. Oleh karena itu, makin kecil wewenang makin kecil pula
pertanggungjawaban demikian pula sebaliknya.
Tanggung jawab terbesar terletak pada
manajer puncak. Kegagalan suatu usaha bukan terletak pada karyawan,
tetapi terletak pada puncak pimpinannya karena yang mempunyai wewemang
terbesar adalah manajer puncak. oleh karena itu, apabila manajer puncak
tidak mempunyai keahlian dan kepemimpinan, maka wewenang yang ada
padanya merupakan bumerang.
3. Disiplin (Discipline)
Disiplin merupakan perasaan taat dan
patuh terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawab. Disiplin ini
berhubungan erat dengan wewenang. Apabila wewenang tidak berjalan dengan
semestinya, maka disiplin akan hilang. Oleh karena ini, pemegang
wewenang harus dapat menanamkan disiplin terhadap disrinya sendiri
sehingga mempunyai tanggung jawab terhadap pekerajaan sesuai dengan
weweanng yang ada padanya.
4. Kesatuan perintah (Unity of command)
Dalam melakasanakan pekerjaan, karyawan
harus memperhatikan prinsip kesatuan perintah sehingga pelaksanaan kerja
dapat dijalankan dengan baik. Karyawan harus tahu kepada siapa ia harus
bertanggung jawab sesui dengan wewenang yang diperolehnya. Perintah
yang datang dari manajer lain kepada serorang karyawan akan merusak
jalannya wewenang dan tanggung jawab serta pembagian kerja.
5. Kesatuan pengarahan (Unity of direction)
Dalam melaksanakan tugas-tugas dan
tanggung jawabnya, karyawan perlu diarahkan menuju sasarannya. Kesatuan
pengarahan bertalian erat dengan pembagian kerja. Kesatuan pengarahan
tergantung pula terhadap kesatuan perintah. Dalam pelaksanaan kerja bisa
saja terjadi adanya dua perintah sehingga menimbulkan arah yang
berlawanan. Oleh karena itu, perlu alur yang jelas dari mana karyawan
mendapat wewenang untuk pmelaksanakan pekerjaan dan kepada siapa ia
harus mengetahui batas wewenang dan tanggung jawabnya agar tidak terjadi
kesalahan. Pelaksanaan kesatuan pengarahan (unity of directiion) tidak
dapat terlepas dari pembaguan kerja, wewenang dan tanggung jawab,
disiplin, serta kesatuan perintah.
6. Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri
Setiap karyawan harus mengabdikan
kepentingan sendiri kepada kepentingan organisasi. Hal semacam itu
merupakan suatu syarat yang sangat penting agar setiap kegiatan berjalan
dengan loancar sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik
Setian karyawan dapat mengabdikan
kepentingan pribadi kepada kepentingan organisasi apabila memiliki
kesadaran bahwa kepentingan pribadi sebenarnya tergantung kepada
berhasil-tidaknya kepentingan organisasi. Prinsip pengabdian kepentingan
pribadi kepada kepentingan orgabisasi dapat terwujud, apanila setiap
karyawan merasa senang dalam bekerja sehingga memiliki disiplin yang
tinggi.
7. Penggajian pegawai
Gaji atau upah bagi karyawan merupakan
kompensasi yang menentukan terwujudnya kelancaran dalam bekerja.
Karyawan yang diliputi perasaan cemas dan kekurangan akan sulit
berkonsentrasi terhadap tugas dan kewajibannya sehingga dapat
mengakibatkan ketidaksempurnaan dalam bekerja. Oleh karena itu, dalam
prinsip penggajian haris dipikirkan bagaimana agar karyawan dapat
bekerja dengan tenang. Sistem penggajian harus diperhitungkan agar
menimbuulkan kedisiplinan dan kegairahan kerja sehingga karyawan
berkompetisi untuk membuat prestasi yang lebih besar. Prinsip more pay
for more prestige (upaya lebih untuk prestasi lebih), dan prinsip upah
sama untuk prestasi yang sama perlu diterapkan sebab apabila ada
perbedaan akan menimbulkan kelesuan dalam bekerja dan mungkin akan
menimbulkan tindakan tidak disiplin.
8. Pemusatan (Centralization)
Pemusatan wewenang akan menimbulkan
pemusatan tanggung jawab dalam suatu kegiatan. Tanggung jawab terakhir
terletak ada orang yang memegang wewenang tertinggi atau manajer puncak.
Pemusatan bukan berarti adanya kekuasaan untuk menggunakan wewenang,
melainkan untuk menghindari kesimpangsiurang wewenang dan tanggung
jawab. Pemusatan wewenang ini juga tidak menghilangkan asas pelimpahan
wewenang (delegation of authority)
9. Hirarki (tingkatan)
Pembagian kerja menimbulkan adanya
atasan dan bawahan. Bila pembagian kerja ini mencakup area yang cukup
luas akan menimbulkan hirarki. Hirarki diukur dari wewenang terbesar
yang berada pada manajer puncak dan seterusnya berurutan ke bawah.
dengan adanya hirarki ini, maka setiap karyawan akan mengetahui kepada
siapa ia harus bertanggung jawab dan dari siapa ia mendapat perintah.
10. Ketertiban (Order)
Ketertiban dalam melaksanakan pekerjaan
merupakan syarat utama karena pada dasarnya tidak ada orang yang bisa
bekerja dalam keadaan atau. Ketertiban dalam suatu pekerjaan dapat
terwujud apabila seluruh karyawan, baik atasan maupun bawahan mempunyai
disiplin yang tinggi. Oleh karena itu, ketertiban dan disiplin sangat
dibutuhkan dalam mencapai tujuan.
11. Keadilan dan kejujuran
dan kejujuran merupakan salah satu
syarat untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Keadilan dan
kejujuran terkait dengan karyawan dan tidak dapat dipisahkan. Keadilan
dan kejujuran harus ditegakkan mulai dari atasan karena atasan memiliki
wewenang yang paling besar. Manajer yang adil dan jujur akan menggunakan
wewenangnya dengan sebaik-baiknya untuk melakukan keadilan dan
kejujuran pada bawahannya.
12. Stabilitas kondisi karyawan
Dalam setiap kegiatan kestabilan
karyawan harus dijaga sebaik-baiknya agar segala pekerjaan berjalan
dengan lancar. Kestabilan karyawan terwujud karena adanya disiplin kerja
yang baik dan adanya ketertiban dalam kegiatan. sebagai makhluk sosial
yang memiliki keinginan, perasaan dan pikiran. Apabila keinginannya
tidak terpenuhi, perasaan tertekan dan pikiran yang kacau akan
menimbulkan goncangan dalam bekerja.
13. Prakarsa (Inisiative)
Prakarsa timbul dari dalam diri
seseorang yang menggunakan daya pikir. Prakarsa menimbulkan kehendak
untuk mewujudkan suatu yang berguna bagi penyelesaian pekerjaan dengan
sebaik-beiknya. Jadi dalam prakarsa terhimpun kehendak, perasaan,
pikiran, keahlian dan pengalaman seseorang. Oleh karena itu, setiap
prakarsa yang datang dari karyawan harus dihargai. Prakarsa (inisiatif)
mengandung arti menghargai orang lain, karena itu hakikatnya manusia
butuh penghargaan. Setiap penolakan terhadap prakarsa karyawan merupakan
salah satu langkah untuk menolak gairah kerja. Oleh karena itu, seorang
manajer yang bijak akan menerima dengan senang hari prakarsa-prakarsa
yang dilahirkan karyawannya.
14. Semangat kesatuan, semangat korps
Setiap karyawan harus memiliki rasa
kesatuan, yaitu rasa senasib sepenanggyungan sehingga menimbulkan
semangat kerja sama yang baik. semangat kesatuan akan lahir apabila
setiap karyawan mempunyai kesadaran bahwa setiap karyawan berarti bagi
karyawan lain dan karyawan lain sangat dibutuhkan oleh dirinya. Manajer
yang memiliki kepemimpinan akan mampu melahirkan semangat kesatuan
(esprit de corp), sedangkan manajer yang suka memaksa dengan cara-cara
yang kasar akan melahirkan friction de corp (perpecahan dalam korp) dan
membawa bencana.
G. Kajian Hawthorne
Kajian Hawthrone adalah serangkaian
kajian yang dilakukan pada tahun 1920-an hingga 1930-an. Kajian ini
awalnya bertujuan mempelajari pengaruh berbagai macam tingkat penerangan
lampu terhadap produktivitas kerja. Kajian dilakukan di Western
Electric Company Works di Cicero, Illenois.
Uji coba dilaksanakan dengan membagi
karyawan ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen. Kelompok eksperimen dikenai berbagai macam intensitas
penerangan sementara kelompok kontrol bekerja di bawah intensitas
penerangan yang tetap. Para peneliti mengharapkan adanya perbedaan jika
intensitas cahaya diubah. Namun, mereka mendapatkan hasil yang
mengejutkan: baik tingkat cahaya itu dinaikan maupun diturunkan, output
pekerja meningkat daripada biasanya. Para peneliti tidak dapat
menjelaskan apa yang mereka saksikan, mereka hanya dapat menyimpulkan
bahwa intensitas penerangan tidak berhubungan langsung dengan
produktivitas kelompok dan “sesuatu yang lain pasti” telah menyebabkan
hasil itu.
Pada tahun 1927 dari beserta
rekan-rekannya diundang untuk bergabung dalam kajian ini. Mereka
kemudian melanjutkan penelitian tentang produktivitas kerja dengan
cara-cara yang lain, misalnya dengan mendesain ulang jabatan, mengubah
lamanya jam kerja dan hari kerja alam seminggu, memperkenalkan periode
istirahat, dan menyusun rancangan upah individu dan rancangan upah
kelompok. Penelitian ini mengindikasikan bahwa ternyata
insentif-insentif di atas lebih sedikit pengaruhnya terhadap output
pekerja dibandingkan dengan tekanan kelompok, penerimaan kelompok, serta
rasa aman yang menyertainya. Peneliti menyimpulkan bahwa norma-norma
sosial atau standar kelompok merupakan penentu utama perilaku kerja
individu.
Kalangan akademisi umumnya sepakat bahwa
Kajian Hawthrone ini memberi dampak dramatis terhadap arah keyakinan
manajemen terhadap peran perlikau manusia dalam organisasi. Mayo
menyimpulkan bahwa:
• Perilaku dan sentimen memiliki kaitan yang sangat erat
• Pengaruh kelompok sangat besar dampaknya pada perilaku individu
• Standar kelompok menentukan hasil kerja masing-masing karyawan
• Uang tidak begitu menjadi faktor penentu output bila dibandingkan dengan standar kelompok, sentimen kelompok, dan rasa aman.
• Perilaku dan sentimen memiliki kaitan yang sangat erat
• Pengaruh kelompok sangat besar dampaknya pada perilaku individu
• Standar kelompok menentukan hasil kerja masing-masing karyawan
• Uang tidak begitu menjadi faktor penentu output bila dibandingkan dengan standar kelompok, sentimen kelompok, dan rasa aman.
Kesimpulan-kesimpulan itu berakibat pada
penekanan baru terhadap faktor perilaku manusia sebagai penentu
berfungsi atau tidaknya organisasi, dan pencapaian sasaran organisasi
tersebut.
H. Prinsip Dasar Manajemen
Berdasarkan studi literatur yang saya
lakukan terhadap sejumlah buku, artikel, makalah, dan sumber-sumber
literatur lainnya, maka manajemen kinerja yang baik untuk menuju
organisasi berkinerja tinggi, harus mengikuti kaidah-kaidah berikut ini.
Terdapat suatu indikator kinerja (key
performance indicator) yang terukur secara kuantitatif, serta jelas
batas waktu untuk mencapainya. Tentu saja ukuran ini harus menjawab
berbagai permasalahan yang dihadapi oleh organisasi tersebut. Jika pada
organisasi bisnis atau komersial, maka indikator kinerjanya adalah
berbagai aspek finansial seperti laba, pertumbuhan penjualan, lalu
indikator pemasaran seperti jumlah pelanggan, dan sebagainya. Sedangkan
pada organisasi pemerintahan seperti POLRI, maka ukuran kinerja tentu
berbagai bentuk pelayanan kepada masyarakat. Semuanya harus terukur
secara kuantitatif dan dimengerti oleh berbagai pihak yang terkait,
sehingga nanti pada saat evaluasi kita bisa mengetahui, apakah kinerja
sudah mencapai target atau belum. Michael Porter, seorang profesor dari
Harvard Business School mengungkapkan bahwa kita tidak bisa memanajemeni
sesuatu yang tidak dapat kita ukur. Jadi, ukuran kuantitatif itu
penting. Organisasi yang tidak memiliki indikator kinerja, biasanya
tidak bisa diharapkan mampu mencapai kinerja yang memuaskan para pihak
yang berkepentingan (stakeholders).
Semua ukuran kinerja tersebut biasanya
dituangkan ke dalam suatu bentuk kesepakatan antara atasan dan bawahan
yang sering disebut sebagai kontrak kinerja (performance contract).
Dengan adanya kontrak kinerja, maka atasan bisa menilai apakah si
bawahan sudah mencapai kinerja yang diinginkan atau belum. Kontrak
kinerja ini berisikan suatu kesepakatan antara atasan dan bawahan
mengenai indikator kinerja yang ingin dicapai, baik sasaran
pancapaiannya maupun jangka waktu pencapaiannya. Ada 2 (dua) hal yang
perlu dicantumkan dalam kontrak kinerja, yaitu sasaran akhir yang ingin
dicapai (lag) serta program kerja untuk mencapainya (lead). Mengapa
keduanya dicantumkan ? Supaya pada saat evaluasi nanti berbagai pihak
bisa bersikap fair, tidak melihat hasil akhir semata, melainkan juga
proses kerjanya. Adakalanya seorang bawahan belum mencapai semua hasil
akhir yang ditargetkan, tetapi dia sudah melaksanakan semua program
kerja yang sudah digariskan. Tentu saja atasan tetap harus memberikan
reward untuk dedikasinya, walaupun sasaran akhir belum tercapai. Ini
juga bisa menjadi basis untuk perbaikan di masa yang akan datang
(continuous improvements).
Terdapat suatu proses siklus manajemen
kinerja yang baku dan dipatuhi untuk dikerjakan bersama, yaitu (1)
perencanaan kinerja berupa penetapan indikator kinerja, lengkap dengan
berbagai strategi dan program kerja yang diperlukan untuk mencapai
kinerja yang diinginkan, lalu (2) pelaksanaan, di mana organisasi
bergerak sesuai dengan rencana yang telah dibuat, jika ada perubahan
akibat adanya perkembangan baru, maka lakukanlah perubahan tersebut, dan
terakhir (3) evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi
kinerja sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan dulu ? Semuanya
harus serba kuantitatif.
Adanya suatu sistem reward dan
punishment yang bersifat konstruktif dan konsisten dijalankan. Konsep
reward ini tidak melulu bersifat finansial, melainkan juga dalam bentuk
lain, seperti promosi, kesempatan pendidikan, dan sebagainya. Reward dan
punishment diberikan setelah melihat hasil realisasi kinerja, apakah
sesuai dengan indikator kinerja yang telah direncanakan atau belum.
Tentu saja ada suatu performance appraisal atau penilaian kinerja
terlebih dahulu sebelum reward dan punishment diberikan. Hati-hati
dengan pemberian punishment, karena dalam banyak hal, pembinaan jauh
lebih bermanfaat.
Terdapat suatu mekanisme performance
appraisal atau penilaian kinerja yang relatif obyektif, yaitu dengan
melibatkan berbagai pihak. Konsep yang sangat terkenal adalah penilaian
360 derajat, di mana penilaian kinerja dilakukan oleh atasan, rekan
sekerja, pengguna jasa, serta bawahan. Pada prinsipnya manusia itu
berpikir secara subyektif, tetapi berpikir bersama mampu mengubah sikap
subyektif itu menjadi sangat mendekati obyektif. Dengan demikian,
ternyata berpikir bersama jauh lebih obyektif daripada berpikir
sendiri-sendiri. Ini adalah semangat yang ingin dibawa oleh konsep
penilaian 360 derajat. Walaupun banyak kritik yang diberikan terhadap
konsep ini, tetapi cukup banyak yang menggunakannya di berbagai
organisasi.
Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada pembentukan organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini adalah adanya suatu proses coaching, counseling, dan empowerment kepada para bawahan atau sumber daya manusia di dalam organisasi. Satu aspek lain yang sangat penting dalam gaya kepemimpinan adalah, sikap followership, atau menjadi pengikut.
Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada pembentukan organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini adalah adanya suatu proses coaching, counseling, dan empowerment kepada para bawahan atau sumber daya manusia di dalam organisasi. Satu aspek lain yang sangat penting dalam gaya kepemimpinan adalah, sikap followership, atau menjadi pengikut.
Bayangkan jika semua orang menjadi
komandan di dalam organisasi, lantas siapakah yang menjadi pelaksana ?
Bukannya kinerja tinggi yang muncul, melainkan kekacauan di dalam
organsiasi (chaos). Sejatinya, pada kondisi tertentu seseorang harus
memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi pada situasi yang lain, dia juga
harus memahami bahwa dia juga merupakan bagian dari sebuah sistem
organisasi yang lebih besar, yang harus dia ikuti.
Menerapkan konsep manajemen SDM berbasis
kompetensi. Umumnya organisasi berkinerja tinggi memiliki kamus
kompetensi dan menerapkan kompetensi tersebut kepada hal-hal penting,
seperti manajemen kinerja, rekruitmen dan seleksi, pendidikan dan
pengembangan, dan promosi. Seperti yang diuraikan pada awal makalah ini,
kompetensi tersebut setidaknya mencakup 3 (tiga) hal, yaitu kompetensi
inti organsiasi, kompetensi perilaku, serta kompetensi teknikal yang
spesifik terhadap pekerjaan.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Kemampuan manajemen waktu merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana
Menerapkan konsep manajemen SDM berbasis
kompetensi. Umumnya organisasi berkinerja tinggi memiliki kamus
kompetensi dan menerapkan kompetensi tersebut kepada hal-hal penting,
seperti manajemen kinerja, rekruitmen dan seleksi, pendidikan dan
pengembangan, dan promosi. Seperti yang diuraikan pada awal makalah ini,
kompetensi tersebut setidaknya mencakup 3 (tiga) hal, yaitu kompetensi
inti organsiasi, kompetensi perilaku, serta kompetensi teknikal yang
spesifik terhadap pekerjaan.
Jika kompetensi ini sudah dibakukan di
dalam organisasi, maka kegiatan manajemen SDM akan menjadi lebih
transparan, dan pimpinan organisasi juga dengan mudah mengetahui
kompetensi apa saja yang perlu diperbaiki untuk membawa organisasi
menjadi berkinerja tinggi.
Terdapat suatu gaya kepemimpinan
(leadership style) yang mengarah kepada pembentukan organisasi
berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini adalah adanya
suatu proses coaching, counseling, dan empowerment kepada para bawahan
atau sumber daya manusia di dalam organisasi. Satu aspek lain yang
sangat penting dalam gaya kepemimpinan adalah, sikap followership, atau
menjadi pengikut.
Bayangkan jika semua orang menjadi
komandan di dalam organisasi, lantas siapakah yang menjadi pelaksana ?
Bukannya kinerja tinggi yang muncul, melainkan kekacauan di dalam
organsiasi (chaos). Sejatinya, pada kondisi tertentu seseorang harus
memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi pada situasi yang lain, dia juga
harus memahami bahwa dia juga merupakan bagian dari sebuah sistem
organisasi yang lebih besar, yang harus dia ikuti.
B. SARAN
Menerapkan konsep manajemen SDM berbasis
kompetensi. Umumnya organisasi berkinerja tinggi memiliki kamus
kompetensi dan menerapkan kompetensi tersebut kepada hal-hal penting,
seperti manajemen kinerja, rekruitmen dan seleksi, pendidikan dan
pengembangan, dan promosi. Seperti yang diuraikan pada awal makalah ini,
kompetensi tersebut setidaknya mencakup 3 (tiga) hal, yaitu kompetensi
inti organsiasi, kompetensi perilaku, serta kompetensi teknikal yang
spesifik terhadap pekerjaan. Jika kompetensi ini sudah dibakukan di
dalam organisasi, maka kegiatan manajemen SDM akan menjadi lebih
transparan, dan pimpinan organisasi juga dengan mudah mengetahui
kompetensi apa saja yang perlu diperbaiki untuk membawa organisasi
menjadi berkinerja tinggi
Ingatlah pilar-pilar tinggi dalam
manajemen unggul Perlunya perencanaan yang seksama, pertimbangan dan
pengambilan keputusan yang sehat, implementasi dan pemantauan keputusan
dan pengoperasian yang hati-hati dan kreatif, serta kepedulian terhadap
karyawan dan hasilnya, yang didasarkan pada ketrampilan manajemen serta
gaya manajemen kelas satu. Ketrampilan ini mencakup perencanaan,
pengorganisasian, penyusunan staff, pembuatan keputusan, penganggaran,
inovasi, komunikasi, representasi, pengendalian, pengarahan dan
pemberian motivasi, hubungan personal
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Purwanto, Yadi, 2001, makalah: Manajemen Modul Latihan, PT. Cendekia Informatika, Jakarta
thanks kak
BalasHapuskunjungi blog http://lanazalia.blogspot.com
full comedy diary
thanks kak
BalasHapuskunjungi blog http://lanazalia.blogspot.com
full comedy diary
dibaca ya gan