Upaya memperkuat struktur kelembagaan perbankan dilakukan dengan melanjutkan arah kebijakan besar dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Sesuai dengan perencanaan API, tahun 2006 merupakan tahun pertama dari program 5 tahun implementasi secara penuh selurh konsep API yang telah dipersiapkan.
Salah satu fokus dari penjabaran API lebih lanjut yang akan dilakukan adalah mempersiapkan perbankan dalam mengantisipasi perkembangan bisnis perbankan ke depan. Kebijakan terutam terkait dengan dinamika yang sangat cepat, baik dari kondisi industri perbankan sendiri maupun kondisi perekonomian secara keseluruha termasuk lingkungan strategis yang melingkupinya seperti perubahan, dan perkembangan invomasi sektor keuangan serta pasar keuangan global yang semakin terintegrasi. Berdasarkan kondisi tersebut, Bank Indonesia mulai mempertimbangkan pola kegiatan universal banking sebagai suatu bagian dari masa depan perbankan nasional. Konsep ini secara sederhana dapat diartikan, bahwa bank sebagai suatu entity dapat terlibat di hampir semua aktifitas bisnis sektor keuangan seperti: asuransi, pasar model, sekuritisasi, Reksa Dana dan kegiatan derivatis lainnya yang terkait. Meskipun, pelaksanaan kegiatan universal banking berpotensi memberikan peluang bagi industri perbankan dalam meningkatkan kinerjanya, namun dalam beberapa hal juga berkonsekuensi meningkatkan risiko usaha bagi bank secara individual dan risiko sistemik bagi sistem keuangan.
Kebijakan untuk membuka kemungkinan kegiatan universal banking di Indonesia, nantinya akan dilakukan secara selektif. Hal ini akan dilakukan dengan mengaitkan izin operasional kegiatan universal banking melalui berbagai persyaratan ketat yang menggambarkan kesiapan bank dimaksud dalam mengantisipasi risiko yang mungkin timbul. Terdapat pemikiran terhadap kemungkinan struktur industri perbankan masa depan yang saat ini mulai diarahkan dengan berdsarkan jumlah modal, nantinya akan dikaitkan dengan eligibilitas bank-bank untuk melakukan pola operasional universal banking. Bank-bank yang tergolong sebagai Bank dengan Kinerja Baik dengan kriteria CAR dibawah 10% dan NPL lebih kecil dari 5%, tergolong sebagai bank-bank internasional atau nasional, dan memiliki kemampuan risk management yang handal, akan mempunyai peluang besar dapat melakukan diversifkasi produknya kearah universal banking.
Sejalan dengan antisipasi perkembangan bisnis perbankan tersebut, Bank Indonesia akan tetap memperkuat proses pengawasan perbankan. Arah kebijakan Bank Indonesia di bidang pengawasan adalah mencoba melakukan penialin potensi reisiko suatu bank secara terkonsolidsi, bsebagimana praktik yang telah lajim diterapkan dalam mengawasi operasional universal banking. Hal ini dilakukan denan pertimbangan bahwa sumber risiko bagi bank dapat ersal dari unit usaha (entity) lain yang mempunyai hubungan dengan bank tesebut seperti hubungan kepemilikan atau dengan anak perusahaan denga kegiatan usaha yang berbeda. Fenomena bisnis perbankan di banyak negara menunjukkan pola operasional unviersal banking akan cenderung memilih bentuk sebagi kelopmok u saha di bidang keuagna (bank/financial holding company), dengan anak-anak perusahaan yang bergerak di berbagai jenis jasa keuangan.
Dalam pelaksanaannya, langkah ini akan dimulai dengan melakukan assessmente terhadap resiko secara down-sterema consolidation yaitu mencakup penilain risiko bank dan anak perusahaan bank yang bergerak di bdiang keuangan, seperti halnya pada peusahaan sekurtis. Pada waktunya langkdh ini akan dilanjutkan dengan penilain reiskio secara full consoidated engan memperluas cakupan penislain secaraupseteram dan down-steram serta keseluruhan konglomerasi yang terkait dengan ban. Dalam konteks ini, konsepesi single presecne pooicy menjadi relevan utnuk dtierpakan, terutama ketika peniali secar ful considataed sudah mulai diterapkan.
Selama ini pada sdasarnya Bank Indoensia telah melaksanakan beberapa bagian dari kerangka penilaina riskio secara terkonsilidasi ersebt terutama yang berkatian dengan dtrasparansi laporan keuangan Bank dan Perusahaan idnuk serta Perushaan Anak, serta dilakukannya penilain secara kualitataif dalam kerangka risk based supervision dan CAMELS rating system. Ke depan, penilai yang bersifat kualiatif tesebut secara bertahap akan dilengkapi juga dengan penilain yang bersifat kuantitatif. Pola penilain risiko secara terkonsolidasi ini juga merupakan salah satu persyaratan yang harus dipnuhi dalam menuju penerapan Basel II.
Guna mendukung penerapan kebijakan-kebijakan jangka menengah panjang diatas, saat ini Bank Indonesia bersam adengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan juga industri perbankan nasional, telah memulai sebuah program kerjasama untuk melakukan kajian terhadap perlunya penyesuaian standard akuntansi Indonesia dengan International Accounting Standard (IAS), terkati dengan dinamika di atas. Perbankan dihimbau untuk mulai mempersiapkan diari untuk mengimplementasikan IAS 39 yang pada saat ini konsepnya sedang dipersiapkan bersama. Penyiapan infrastruktur pendukung tesebut adalah konsekwensi yang harus diambil agar perbankan domestik dapat sejajar dengan perbankan di dunai yang sudah terlebih dulu bergerak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar