Halaman

Jumat, 04 November 2011

keunggulan pasar tradisonal

BERBEDA dengan pasar modern, sejatinya pasar tradisional secara komparatif memiliki keunggulan alamiah yang bersaing dan tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Pertama, Lokasi yang strategis, di kebanyakan kota khususnya di tanah jawa yang memiliki tata ruang perkotaan sisa rezim kolonial, telah menempatkan pasar tradisional pada posisi pusat kota. Posisi tersebut menjadikan pasar tradisional sebagai center of interest bagi para konsumen kelas menengah dan kelas bawah. Maksud utama dari rezim kolonial waktu itu adalah pasar sebagai kebutuhan sosial masyarakat dengan diletakkan di pusat kota yang notabene adalah pusat pemerintahan, maka pergerakan masyarakat bawah maupun isu terkini yang berkembang mudah dikontrol. Selain itu juga menegaskan posisi pusat kota sebagai pusat keramaian dan hiburan. Akan tetapi sejak era pemerintahan orde baru yang lebih mementingkan kepentingan padat modal termasuk mal-mal dan juga kepentingan bisnis lainnya, bagi pemerintahan waktu itu menilai pasar tradisional di pusat kota malah menambah permasalahan keruwetan baik lalu lintas maupun ketertiban. Maka perlahan, pemerintah daerah menempatkan kebijakan penggusuran pasar tradisional dengan dipindahkan lokasinya dipinggiran kota. Dan serangkaian penggusuran pasar tradisional terjadi di puluhan kota di pulau Jawa, dan keberadaan pasar tradisional pun mulai terpinggirkan. Perubahan tata ruang tersebut menggeser perilaku konsumen yang menuntut lokasi belanja yang lebih dekat yaitu pusat kota dan mulai meninggalkan pasar tradisional.

Keunggulan alamiah kedua pasar tradisional adalah area penjualan yang luas dengan didukung keragaman jenis barang yang dijual. Dengan jumlah pedagang pasar yang cukup banyak, menempatkan sekali lagi peninggalan kebijakan rezim kolonial yang tidak pernah membuat pasar tradisional dengan area yang sempit. Selain itu dukungan lokasi pasar yang merupakan fasilitas umum seringkali berlokasi di tanah milik Negara dan bukan milik pribadi sehingga memungkinkan untuk dibangun pasar yang berareal luas. Selain itu, sudah cukup mahfum jika di pasar memperjualbelikan berbagai jenis barang, mulai dari sayur mayor, kebutuhan sembako, kebutuhan hidup sehari-hari lainnya. Sehingga konsumen merasa dimanjakan dengan beragam kebutuhan yang dijual di pasar. Jika diperbandingkan secara langsung dengan pasar modern, seperti minimarket, memiliki kekhususan dalam jenis barang yang dijual.

Keunggulan ketiga, pada pasar tradisional dikenal sistem penjualan berdasar hari atau pasaran. Sebagai contoh di Ibukota Jakarta, masih banyak pasar tradisional yang bernamakan hari yaitu Pasar Senen, Pasar Rebo, Pasar Kemis dan Pasar Minggu. Ataupun di beberapa kota di Jawa Timur masih menggunakan nama seperti Pasar Pahing, Pasar Pon, Pasar Kliwon dan lainnya. Sistem penjualan ini dimaksudkan hari diadakannya pasar tersebut. Hal ini secara tidak langsung mengatur perilaku konsumen termasuk kebutuhan yang harus dibelinya. Pada setiap hari atau pasaran tertentu sesuai namanya akan digelar pasar besar ataupun massal yang mana jenis barang yang dijual pun menjadi ciri khas bagi pasar tradisional tersebut.

Penulis memberikan contoh di Kota Blitar, jika di Pasar Legi yang tentunya pasar besarnya setiap pasaran legi maka jenis barang yang dijual di pasar legi yang utama adalah sayur mayur, sembako dan Kebutuhan rutin bulanan seperti sabun, sikat gigi atau obat pel, selain itu juga terdapat makanan ringan seperti biskuit dan sejenisnya. Maka konsumen diarahkan pada pasaran legi untuk membeli jenis barang tersebut. Pada pasar Pahing Kota Blitar, tersedia jenis barang yang dijual adalah berbagai jenis buah, berbagai jenis ikan darat maupun laut dan berbagai jenis rempah-rempah dalam skala besar seperti jahe, lengkuas dan kunyit. Dan seterusnya. Selain itu, lokasi pasar yang berdasarkan hari atau pasaran tersebut rata-rata memiliki lokasi yang sangat berjauhan, sehingga jika setiap konsumen melakukan pembelian berurutan secara hari atau pasaran tersebut tidak menyadari bahwa telah diarahkan untuk menciptakan perputaran uang berdasar regional lokasi pasar tersebut. Sehingga arus perputaran uang tidak berpusat pada satu wilayah saja.

Revitalisasi Pasar Tradisional

Namun, selain menyandang beberapa keunggulan alamiah tersebut, pasar tradisional memiliki kelemahan yang telah menjadi karakter dasar yang sangat sulit diubah. Faktor desain dan tampilan pasar, tata ruang, tata letak, keragaman dan kualitas barang, promosi penjualan, jam operasional pasar yang terbatas, serta optimalisasi pemanfaatan ruang jual.

Hal utama dalam menjalankan proses revitalisasi pasar tradisional adalah kebijakan pemerintah local yang didukung oleh pihak Legislatif lokal. Dalam menyusun perlindungan maupun meningkatkan peran pasar tradisional dalam proses berjalannya ekonomi masyarakat bawah perlu adanya penelitian yang serius tentang kebutuhan riil masyarakat pada daerah tersebut. Sehingga solusi tercipta karena benar-benar memenuhi perilaku konsumen dan tetap mempertimbangkan kemampuan para pedagang pasar tersebut dalam menjangkau harga los pasar yang baru.

Dalam segi fisik pasar, revitalisasi pasar tradisional dengan kondisi semi modern, awalnya Jakarta dan Surabaya menjadi pelopor. Di Surabaya contohnya, pasar Tambahrejo dan Darmo Trade Center, yang mana keduanya tetap menjaga eksistensi pasar tradisional dengan menempatkan dilantai bawah sedangkan untuk lantai 2 dan selanjutnya adalah pasar modern ataupun mal. Dalam perjalanannya konsep pasar seperti itu justru saling memberikan keuntungan dalam hal menjangkau konsumen. Konsumen diarahkan untuk one stop shopping, artinya segala jenis kebutuhan rumah tangga tersedia pada pasar tersebut. Selain juga memberikan keuntungan untuk menghindarkan keruwetan pada lalu lintas, karena gedung parkir juga tersedia.

Selain segi fisik, dalam proses revitalisasi pasar tradisional adalah pembinaan dan pemberdayaan terhadap para pedagang pasar tradisional tersebut. Diantaranya adalah dukungan terhadap akses permodalan maupun pembinaan terkait dengan jenis dan kemasan produk sehingga bisa bersaing dengan produk yang dijual oleh pasar modern. Khusus dalam akses permodalan, pemerintah daerah harus mampu membuka komunikasi yang baik dengan pihak perbankan ataupun lembaga non perbankan. Jenis pemberdayaan yang lain adalah persoalan kebersihan dan ketertiban di dalam pasar tradisional tersebut. Artinya jenis produk apapun yang dijual oleh pedagang dapatnya pedagang pasar menjaga kebersihan dan ketertiban pasar. Dan membiasakan untuk menjaga kualitas produk dengan segala peralatan yang dibutuhkan semisal, pedagang daging yang harus menggunakan kaus tangan khusus saat melayani pembeli dan lain sebagainya.

Sebagai tinjauan beberapa pemerintah daerah yang berhasil melakukan proses revitalisasi pasar tradisional dengan tolak ukur adalah pasar tradisional yang mampu bersaing dengan pasar modern antara lain Kota Solo dan Kota Blitar. Kota Solo yang merintis revitalisasi pasar dengan memulai penataan pedagang kaki lima sehingga tidak menganggu lalu lintas tetapi proses jual beli tetap berjalan dengan menata pada satu lokasi khusus dengan jaminan kebersihan dan ketertiban yang terjaga. Untuk Kota Blitar, dukungan pemerintah daerah setempat dengan memberikan akses terhadap lembaga perbankan setempat mampu menjaga konsistensi pedagang pasar untuk jumlah maupun kualitas produknya. Alhasil, kedua pemerintah daerah tersebut mampu membatasi keberadaan pasar modern dengan cara memperkuat kualitas pasar tradisional itu sendiri.

Berdasar data yang dimiliki oleh penulis pada akhir 2008 lalu Kota Blitar tercatat 11 minimarket yang ada diseluruh wilayah, saat ini hanya tinggal 7 minimarket modern yang mampu bertahan, dikarenakan ketidakmampuan bertahan menghadapi kekuatan pasar tradisional yang tidak pernah menurun jumlah pengunjungnya. Kota Solo, dengan beberapa wajah berubah menjadi modern akan tetapi perilaku konsumen setempat terhadap pasar tradisional tidak pernah surut. Sehingga kedua kota tersebut mampu meraih penghargaan atas prestasinya dalam revitalisasi pasar tradisional dan pemberdayaan pedagang pasar.

Sehingga yang dibutuhkan oleh pemerintah daerah yang lain adalah niatan baik untuk memulai revitalisasi pasar tradisional dengan berbagai konsep pasar yang bisa menjadi acuan. Selamat bekerja untuk para bupati ataupun walikota di daerahnya masing-masing
sumber''http://www.pdiperjuangan-jatim.org/v03/index.php?mod=berita&id=4666

Tidak ada komentar:

Posting Komentar